aduh sial

males ya ternyata kalo selama ini kenyataan yang ada memang ga sejalan dengan yang diinginkan. persetan dengan semuanya. aku ga suka kamu bermain-main. aku bener-bener murka.

Selasa, 17 Mei 2011


Akrab dengan Matahari?



‘Mandi’ sinar matahari saat liburan boleh saja, namun jangan lupa untuk menggunakan tabir surya. Sebab, paparan sinar matahari adalah ancaman bagi kulit. Maksud hati ingin mendapatkan kulit tan yang berkilau sehat setelah berlibur, namun jika tidak dilindungi, alhasil kulit malah menjadi bermasalah.

Tak hanya itu, banyak anggapan salah tentang paparan sinar matahari terhadap kulit. Bahwa kulit kering lebih mudah berkerut dibanding kulit berminyak bila terkena sinar matahari, ternyata tidak benar. Penyebab utama kulit mudah berkerut adalah terpaan sinar matahari yang berlebihan sehingga bisa menimbulkan penuaan dini. Hal ini terjadi juga pada kulit berminyak. Satu-satunya pencegahan aman yang terbukti ampuh adalah mengoleskan tabir surya. Oleh sebab itu, jangan anggap enteng penggunaan tabir surya untuk kecantikan dan kesehatan kulit.

JANGAN LUPA LAGI!
Sinar ultraviolet atau UV terbagi menjadi tiga bagian berdasarkan tingkat paparannya, yaitu:
• UV A.
Paparan sinarnya dapat langsung menembus ke dalam kulit, sehingga dapat mengakibatkan penuaan dini, bahkan kanker kulit.
• UV B.
Dapat menggelapkan warna kulit dan membuat kulit mengalami sunburn atau terbakar.
• UV C.
Paparan sinarnya membaur dengan atmosfer bumi.

MITOS & FAKTA
Mitos 1: Makin tinggi SPF sebuah produk dan makin mahal harganya, berarti makin efektif bagi perlindungan kulit.
Fakta 1: Tidak benar. Harga mahal bukan patokan, level
SPF yang efektif adalah yang sesuai kebutuhan dan diaplikasikan dengan tepat. SPF dengan angka yang tertera di belakangnya bertujuan sebagai pengukur berapa lama kulit Anda dapat terlindungi di bawah paparan matahari. Misalnya, tipe kulit Anda akan menggelap saat berada di luar selama 10 menit. Maka, jika Anda menggunakan produk dengan SPF 15, kulit Anda dapat terlindungi 15 kali lebih lama atau sekitar 150 menit. Berarti, untuk pemakaian sehari-hari, SPF 15 sudah cukup. Sementara SPF 30 atau lebih, baik untuk kulit yang sangat sensitif atau saat beraktivitas di daerah dengan intensitas sinar matahari yang tinggi, seperti pantai.

Mitos 2:
Pemilik kulit warna gelap tidak perlu lagi meng­gunakan tabir surya.
Fakta 2: Tidak benar. Kulit gelap memiliki banyak pigmen melanin yang merupakan tabir surya alami. Melanin meresap ultraviolet dan mengubahnya menjadi panas dan mencegah rusaknya sel kulit. Sedangkan pada kulit putih, seperti ras Kauskasia, hanya memiliki sedikit melanin sehingga lebih rentan. Maka, makin putih kulit seseorang dianjurkan menggunakan tabir surya dengan SPF lebih tinggi dibanding pemilik kulit gelap. Jadi, apa pun warna kulit Anda, selama berhubungan dengan paparan sinar matahari, tetap perlu perlindungan tabir surya.

Mitos 3: Pada produk yang tertera waterproof, pemakaian tabir surya tidak perlu dilakukan berulang.
Fakta 3: Tidak benar. Tidak ada tabir surya yang benar-benar waterproof. Water resistant bisa, namun pemakaiannya tetap harus diulang dalam beberapa jam, tergantung jenis produk tabir surya yang digunakan. Jangan teperdaya oleh tulisan pada kemasan yang menjanjikan perlindungan sepanjang hari. Bahkan, produk dengan SPF 50 sekalipun butuh pengaplikasian ulang dalam 2 jam, apalagi jika berenang atau berolahraga yang mengeluarkan banyak keringat. Dianjurkan, saat berenang selama satu jam, keringkan tubuh dengan handuk, lalu oleskan kembali sunscreen secara merata.

Mitos 4: SPF 30 memiliki perlindungan dua kali lebih efek­tif dari pemakaian SPF 15.
Fakta 4: Tidak benar. Tabir surya dengan SPF 15 memiliki perlindungan 93% terhadap sinar UV B, sementara SPF 30 memiliki perlindungan 97% terhadap sinar UV B. Bedanya hanya sedikit. Perlu diketahui bahwa SPF 2 saja sudah memiliki 50% perlindungan terhadap sinar UV B. Jadi, penggunaan krim dengan SPF 5 saja sebenarnya sudah cukup. Tetapi, bila aktivitas Anda sangat padat di luar ruangan, SPF 15-30 akan mengamankan kulit dari risiko kanker kulit di kemudian hari.

Mitos 5: Saat cuaca mendung, tidak perlu menggunakan tabir surya.
Fakta 5: Tidak benar. Walaupun cuaca mendung, gumpalan awan tetap tak mampu menahan sinar UV yang dapat mengakibatkan sunburn. Anda tetap dapat terkena paparan sinar matahari, karena sinar UV dapat memantul melalui air, bahkan pasir.

sumber: www.femina-online.com

Minggu, 06 Juni 2010

Bahaya, Dengar Musik Lewat Earphone (2)

Fakta menarik lain adalah orang-orang dengan trauma bising ternyata lebih sering mengalami gangguan pendengaran khususnya pada frekuensi tinggi.

Gambaran audiometrik rekam pendengarannya menunjukkan gambaran takik (notch/penurunan) pada frekuensi 4000 Hertz. “Ini yang membuat orang awalnya tidak merasa, karena frekuensi pembicaraan kita sehari-hari ada di antara 500 – 2000 Hertz. Sehingga, ketika mengobrol biasa, rasanya tidak ada gangguan. Baru setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui terjadi penurunan yang tajam pada frekuensi 4000 Hertz. Sebagian besar kasus gangguan pendengaran akibat bising ditemukan pada saat medical check up,” jelas Budi.

Tentu, jika ini tidak segera ditangani, penurunan pendengaran akan terjadi di semua frekuensi, tak hanya pada frekuensi tinggi 4000 Hertz. “Kalau tadinya hanya di 4000 Hertz, lama-lama terjadi takik di semua frekuensi alias tuli.”

Telinga Berdenging
Apa, sih, gejala trauma bising? Menurut Budi, hampir 90 persen kasus menunjukkan gejala telinga berdenging (tinnitus), lho.

Denging yang dialami ini ada dua macam, yaitu denging nada tinggi seperti bunyi pesawat dan nada rendah seperti bunyi air conditioner (AC).

Dua-duanya bisa terjadi dan ini biasanya disertai gangguan pendengaran. Seringkali, yang terjadi adalah cocktail party deafness atau tuli di keramaian.

Pada saat berada di tempat yang ramai, orang sulit mendengar karena fungsi cochlea menurun. Bising di latar belakang akan sangat mengganggu kualitas penerimaan bunyi oleh cochlea. Misalnya, ketika berada di mal, ia akan bingung karena tidak bisa mendengar.

Sebetulnya, kasus trauma bising ini bisa dicegah 100 persen. Yang pertama dengan upaya promotif preventif. Caranya, waspada terhadap bising di sekitar kita. Misalnya pakai perangkat pemutar musik tapi tak perlu disetel dengan volume (tingkat suara) penuh.

Atau, ketika orang tua mengajak anak-anak ke mal, sebaiknya perhatikan seberapa bising tempat tersebut. Jika memang terlalu bising, sebaiknya tak perlu berlama-lama. “Kita harus menghindari atau mengurangi paparan bising secara aktif.”

Yang tak kalah penting adalah kesadaran para pemilik tempat usaha, seperti mal. Ada baiknya mereka mengukur kebisingan ruangan (sound level meter) dan mengumumkannya kepada pengunjung.

Efek trauma bising sendiri ada dua, yaitu temporer dan permanen. Pada trauma bising temporer, dengan istirahat cukup, fungsi telinga bisa dipulihkan. Namun, trauma bising permanen sulit disembuhkan.

Akan tetapi, lebih baik kita mencegah daripada mengobati, kan?

Awasi Si Kecil
Orang tua sebaiknya waspada ketika mengajak anak bermain ke lingkungan atau tempat bermain yang bising.

Mereka harus memperkirakan berapa tingkat kebisingan tempat tersebut. Jika terlalu bising, sebaiknya tak perlu berlama-lama atau pakaikan earplug ke telinga anak. Di rumah, perhatikan apakah anak mengalami gangguan pada pendengarannya.

Yang paling mudah adalah pada saat anak menonton teve. “Biasanya, ibu-ibu di rumah lebih peka. Kalau anak cenderung mendekat ke layar teve atau volumenya diperkeras oleh anak, orang tua sebaiknya waspada, karena bisa jadi ini merupakan gejala dini terjadinya gangguan pendengaran pada anak,” kata Budi.

Jika anak memang gemar sekali mendengarkan musik lewat earphone, biasakan agar memasang volume dalam keadaan tak penuh.

Jangan sampai anak tetap mendengarkan musik sampai tertidur dengan pemutar musik masih menempel di telinga. Ini sangat berbahaya bagi pendengarannya.

sumber: www.tabloidnova.com

 
chumyeeallalone - Wordpress Themes is proudly powered by WordPress and themed by Mukkamu Templates Novo Blogger